Tapi Bukan Aku

Tapi Bukan Aku


“Kita putus.”
“Kamu bercandanya ga lucu ah.”
“Aku serius, aku rasa kita sudah tidak cocok lagi, kita lebih baik putus.”
Aku tertegun. Apakah aku bermimpi? Tidak, aku tak bermimpi,  ini nyata, sebuah kenyataan pahit yang harus ku terima. Tapi kenapa? Kenapa harus berakhir? Apa yang salah? Apa tak ada jalan lain yang bisa kita tempuh selain perpisahan?
“maaf aku harus pergi sekarang, jaga dirimu baik-baik, aku yakin ini jalan terbaik buat kita”
Aku hanya bisa terdiam dan menahan air mata ini untuk tak menetes selagi melihatmu berjalan menjauh dari tempat ini, tempat yang dulu menjadi saksi bisu bersatunya dua insan yang sedang dimabuk cinta, sekarang tempat ini juga yang menjadi saksi perpisahan pahit ini.
Salah siapa? Apa aku yang bersalah atas semua ini? Atau kah kamu? Atau kah keadaan?
Selama perjalanan pulang aku terus memikirkan ini, kenapa harus berakhir? Karena tidak cocok? 4 tahun sudah kita jalani, kau bilang kita tidak cocok? Lalu selama 4 tahun ini apa yang bisa membuat kita bertahan? Bukankah sebuah kecocokan yang membuat kita menyatu dan bertahan selama itu? Ataukah hanya aku yang merasakan kecocokan itu?
“sudahlah jangan menangis, dia bukan yang terbaik untukmu, masih banyak pria diluar sana yang lebih pantas untukmu.”
“tapi aku masih mencintainya”
“tapi dia tidak”
Aku menatap mata sahabatku, Dina. Apakah benar dia sudah tak mencintaiku? Apa yang membuatnya seperti itu? Apa yang telah aku lakukan? Aku rasa aku tak melakukan hal yang fatal. Aku setia, aku juga selalu menuruti apa yang dia mau, lalu kenapa? Apa ada seseorang yang lebih dariku yang membuatnya tertarik?
“sudahlah, lupakan saja, cari yang baru, toh masih banyak pria yang lebih baik daripada dia”
“Benar katamu, masih banyak pria yang lebih di luar sana, tapi aku masih mencintainya.”
“hilangkan rasa cinta itu, itu hanya akan membuatmu semakin larut dalam kesedihan.”
“Menghilangkan rasa ini? Apa aku bisa? Perasaan yang tumbuh dan berkembang sampai dewasa ini harus aku hilangkan begitu saja? Bagaimana caranya? Aku tak yakin aku bisa melakukan ini.”
“kamu harus bisa. Lupakan dia, dan mulai kehidupan barumu.”
Aku terus meresapi kata demi kata yang dilontarkan sahabatku itu, apakah aku harus membuang rasa ini jauh-jauh? Iya harus. Aku yakin aku pasti bisa. Aku tak mau menjadi budak cinta. Itu bukan aku.

Sejak saat itu aku mulai mencari kegiatan baru yang bisa membuatku sedikit demi sedikit melupakannya. Aku mulai membuka hati untuk sosok lain, begitu banyak yang mulai mendekatiku, tapi entah kenapa belum ada satupun diantara mereka yang membuatku tertarik, mungkin hati ini masih dibayang-bayangi oleh sosoknya. Entahlah, tapi aku masih mencoba untuk bisa melupakannya.
Siang itu di taman kampus, seperti biasa aku duduk sendiri ditengah hiruk pikuk mahasiswa kampus, duduk sambil menulis kata demi kata dilaptop jadulku.
“misi, aku boleh ikut duduk di sini? Aku mau nge charge laptop.”
Sejenak aku mendongakkan kepala, sesosok pria tinggi dengan senyuman manis berdiri dihadapanku.
“oh iya silahkan”
“makasih, oh iya aku Setiyawan fakultas Sastra Jepang angkatan 2012, kamu?”
“aku Amrina fakultas Sastra Inggris angkatan 2012”
“anak mana Am? Apa asli Bandung?”
“ga kok, aku asli Semarang”
“wah deket dong, aku di Salatiga, bisa nih kalo mudik kita bareng”
“boleh-boleh”
Sejak saat itu aku dan Setiyawan jadi lebih sering bertemu, entah itu sengaja ataupun tidak, dia juga mengajakku pergi, entah itu untuk sekedar jalan-jalan menghilangkan penat setelah kuliah ataupun mencari novel-novel baru. Sekian bulan kita berteman, aku mulai merasakan sebuah kenyamanan seperti saat aku bersama Vian, pria yang pernah mengisi hati ini selama 4 tahun yang akhirnya pergi dengan alasan ketidakcocokan diantara kita. Ah sial, kenapa aku mengingatnya kembali? Tidak, aku tidak boleh mengingatnya. Vian dan Setiyawan berbeda, aku rasa Setiyawan lebih baik darinya. Caranya memperlakukanku, caranya menatapku, caranya mendengarkanku setiap aku bercerita, aku rasa Setiyawan lebih baik darinya. Dan aku rasa aku mulai menyukainya.
Hingga akhirnya, di malam minggu yang seperti biasa diiringi hujan, Setiyawan mengajakku untuk sekedar nongkrong disebuah tempat nongkrong dekat dengan kampus, seperti biasa kita saling bercerita apa yang telah kita alami selama seharian ini, saling mencela, tertawa dan saling member semangat, sampai akhirnya
“Am aku boleh ngomong sesuatu ga?”
“Alah sok pake ijin segala, ngomong aja kali wan”
“Hehe jangan marah ya”
“Iya”
“Janji?”
“Iya janji”
“Ciyus? Miapah”
“Berantem yok Wan”
“Hehe iya iya maaf, ini serius”
“Ya udah buruan”
“Bener loh jangan marah”
“Wan, kamu ga mau aku tonjok kan?”
“Hehe itu ada nasi dibibir kamu”
*Hening*
“Hehe oke ini serius, dengerin ya”
“Iya Wan iya aku dengerin” *ngasah golok*
“Aku suka sama kamu Am, sejak pertama kita berkenalan aku mulai menyukaimu, sampai akhirnya rasa suka ini berkembangbiak menjadi rasa sayang, dan aku rasa sekarang rasa itu berubah menjadi cinta. Aku tahu mungkin ini terlalu cepat, tapi aku udah ga bisa nahan ini lebih lama Am, aku di sini hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasain, kalo kamu punya rasa yang sama ya Alhamdulillah, kalau ga aku akan berusaha terus buat kamu bisa menerima rasa ini Am. Mungkin kamu masih ragu sama apa yang aku katakan saat ini, tapi sungguh Am, aku benar-benar menyukaimu, bahkan aku rasa aku mencintaimu. Aku ingin serius Am sama kamu, aku ga akan main-main. Apa kamu mau menerimaku?”
“Apa yang membuatmu menyukaiku?
“Entahlah Am, rasa itu muncul dengan sendirinya, awalnya aku hanya suka, tapi seiring berjalannya waktu, seringnya kita pergi bareng rasa itu perlahan-lahan berubah menjadi cinta.”
“Apa kamu udah yakin dengan perasaanmu itu?”
“Aku sangat yakin Am.”
“Kalau aku memintamu untuk meminta izin ke orang tuaku apa kamu mau?”
“Aku mau Am.”
Akhirnya sejak malam itu aku dan Setiyawan resmi jadian, tentunya setelah dia meminta izin ke orang tuaku meski hanya melalui telpon, mereka setuju, karena mereka pun sudah mengenal Setiyawan saat dia mampir ke rumahku.
5 bulan sudah aku dan Setiyawan menjadi sepasang kekasih, selama 5 bulan itu belum pernah sekalipun kita bertengkar. Dia begitu memahamiku, dia tau bagaimana harus bersikap saat aku mulai badmood sehingga tidak terjadi pertengkaran. Kita saling jujur dan terbuka, semua berjalan lancar dan bahagia, aku bahkan telah melupakan rasaku pada Vian.
Tapi pada suatu siang saat aku sedang beristirahat di kamar kostku yang nyaman, sebuah pesan singkat masuk, dengan malas aku meraih hp mungilku, sebuah nama terpampang jelas dilayar, Vian. Vian? Kenapa dia tiba-tiba sms? Ah mungkin dia ada perlu, dengan rasa penasaran aku membuka pesan itu,
Apa kabar Am? Apakah kamu masih mengingatku? Aku merindukanmu
Entah kenapa jantungku berdegup kencang, kenapa ini? Kenapa hanya dengan membaca sebuah pesan dari Vian aku menjadi seperti ini? Tidak, aku tidak boleh menumbuhkan rasa itu lagi, rasa itu sudah lama hilang. Aku tak boleh terpengaruh dengan sms ini. Akhirnya aku lebih memilih membiarkan sms itu. Aku tak mau kembali menyukai pria itu. Aku sudah melupakannya. Kembali sebuah pesan masuk,
            Kenapa cuma di read? Apa kamu sudah lupa? Aku Vian Am.
Ah, kenapa kamu kembali mengirimkan pesan? Apa kamu tidak tahu betapa susahnya melupakanmu? Dan disaat aku mulai bisa melupakanmu dan menemukan sosok penggantimu dengan mudahnya kamu kembali hadir ke dalam kehidupanku? Apa maumu? Tak cukupkah kau melihatku kesusahan melupakanmu selama satu tahun? Apa kamu mau membuatku seperti itu lagi? Aku memilih untuk tetap tidak membalas pesanmu. Aku tak mau mengkhianati pria yang sekarang mengisi hariku.
“Am, ada yang nyari tuh di bawah”
Suara teman se kostku menyadarkanku dari lamunan
“siapa fi?”
“ga tau. Cowok, temuin gih.”
Siapa yang datang tanpa mengabari lebih dulu? Setiyawan kah? Tapi kenapa teman se kostku tak mengenali? Akhirnya setelah memakai jilbab aku menuruni anak tangga dan menemui seseorang yang aku belum tau siapa.
“Hai Am”
“Kamu?”
Betapa kagetnya aku saat melihat sosok dihadapanku. Vian. Kenapa kamu datang? Untuk apa?
“Aku ga disuruh duduk nih?”
“Eh iya silahkan duduk”
“Apa kabar Am? Udah lama juga ya kita ga berjumpa, kamu tambah cantik Am”
“Makasih”
“Maaf ya Am kalau dulu aku pernah melukai hatimu, aku menyesal”
“Udah aku maafin kok”
“Makasih Am, kamu ga berubah ya”
Aku hanya tersenyum masam, apa maksud kedatanganmu? Ah aku tak pernah membayangkan akan bertemu lagi denganmu.
“Jujur Am, aku menyesal telah mengakhiri hubungan kita, aku dengan mudahnya tergoda dengan wanita lain yang aku kira lebih baik darimu, ternyata aku salah, kamu yang terbaik Am, kamu yang paling bisa ngerti keadaanku, aku menyesal.”
Aku masih terdiam, menunduk, dan memikirkan apa arti dari semua ini. Kau datang dengan tiba-tiba dan bercerita bahwa kau menyesal telah meninggalkanku, apa maksud dari semua ini?
“Aku masih mencintaimu Am, maafkan aku yang dulu meninggalkanmu begitu saja. Apakah kamu masih mau menerimaku? Aku berjanji akan menjadi lebih baik lagi untukmu Am, aku janji akan menuruti semua kemauanmu, apapun itu asalkan kamu mau menerimaku kembali. Kamu mau kan Am? Kamu masih mencintaiku kan?”
Jadi ini maksud dari kedatanganmu? Meminta maaf, berkata kalau kamu telah menyesali semua kesalahanmu selama ini lalu memintaku untuk kembali padamu? Semudah itukah? Ini bukan sebuah permainan, aku juga bukan sebuah boneka yang bisa dipermainkan begitu saja.
“Maaf aku tidak bisa, dulu mungkin aku memang sangat mencintaimu, bahkan aku sangat kesulitan untuk melupakanmu, tapi itu dulu. Sekarang rasa itu sudah hilang, hilang tanpa sisa. Aku telah menemukan penggantimu, sesosok pria yang jauh lebih baik darimu, maaf aku tidak bisa berlama-lama berbincang denganmu, masih banyak tugas kuliah yang harus aku selesaikan. Terimakasih sudah mampir dan menjawab pertanyaanku yang telah lama ku tanyakan. Assalamualaikum.”
Aku kembali ke dalam kamar, menidurkan badan yang tidak lelah, mencoba memejamkan mata yang tidak mengantuk dan mulai memikirkan apa yang baru saja terjadi. Kalau boleh jujur, sejujurnya rasa itu masih aku simpan jauh di dalam sudut hati yang tak bisa dilihat orang lain termasuk kamu, tapi aku berusaha menguburnya dalam-dalam, aku tak mau terjebak dalam lubang yang sama. Aku sudah bahagia dengan penggantimu, sosok yang jauh lebih baik darimu. Ya aku telah jauh lebih bahagia sekarang dengan pendampingku sekarang, aku yakin cepat atau lambat kamu pun akan menemukan sosok wanita yang bisa membuatmu bahagia, tapi bukan aku.





40 komentar:

  1. pesan moral : pria pengganti lebih baik dari pada mantan

    BalasHapus
  2. dari segi cerita bagus sih, mirip sama aku.. hahahaaa... emang kalo 4 taun pacaran itu masa bosen lah..wajar kalo nggak mikir panjang dulu.. saranku, biasakan memperhatikan huruf besar kecil, titik koma, gitu2 deh.. biar enak.. kali aja ada yang berminat nerbitin..lumayan kaaan...

    BalasHapus
  3. Elaah... Bilangnya nggak cocok padahal udah punya cewek lain.

    BalasHapus
  4. bagus ceritanya, penamaan tokoh utama yang gue suka. entah kenapa gue suka dengan setiap tulisan fiksi yg nama tokohnya singkat-singkat.

    bagus kok. itu doang. hal kecil lainnya paling bisa ikutan baik seiring sebebrapa sering kita menulis. :)

    BalasHapus
  5. ini kisah nyata??
    bagi pembaca yang merasa pernah mengalami pasti seperti berkaca pada masa lalu...
    yang dilakukan si cewek (Am) udah yg paling benar tuh...
    kalo si vian diterima lagi juga belum tentu dia mau berubah..
    lebih baik mempertahankan yang terbaik yang ada saat ini..
    dari pada melepasnya untuk kembali mengalami kejadian dimasa lalu..

    cerpennya bagus..
    lanjutkan karyanya... :)

    BalasHapus
  6. duh yang lagi galau nulisnya semangat banget.. ya mudah mudahan kamu cepet mendapatkan pendamping yang lebih baik dari pada dia ya. oiya, visualisasi tulisanmu bagus. jadi nggak bosen ngebacanya

    BalasHapus
  7. Ceritanya bagus! lanjutkan lanjutkan hahahahahaha *lagi bersemangat*

    BalasHapus
  8. ecie..... jos gandos ceritanya....

    apik2, apik tenan...


    vian kelaut aja, udh ada tyawan :D

    BalasHapus
  9. ecie..... jos gandos ceritanya....

    apik2, apik tenan...


    vian kelaut aja, udh ada tyawan :D

    BalasHapus
  10. gue enggak bisa membayangkan sosok 'aku' disini bentuknya seperti apa.. gak ada deskripsi yang cukup detail, sosok lain seperti setyawan dan Vian juga..

    kalo untuk cerita udah asik kok :)
    bagus..
    nyantai gue nebacanya..

    BalasHapus
  11. Heh, beneran kampret!! Sumpah kampret banget ini cerita! Kenapa oh kenapa? Jangan jangan kamu...???? Ini persis sama yg aku alami sama.. ah sudahlah! Bener bgt, aku pernah di posisi Vian. Persis bgt seperti itu. Aaaaaaaaaaaahhhh tidaaaaaaak!!!!

    BalasHapus
  12. kenapa panggilannya gak Rina aja ???
    kenapa Am ???
    Ceritanya udah bagus banget bisa bawa pembaca ngikutin alurnya tapi coba kamu ubah fontnya dehh.. kekecilan..
    terus itu kata2 assalamualaikum harusnya wassalamualaikum.

    hmm apalagi ya ... hahahah

    BalasHapus
  13. kenapa panggilannya gak Rina aja ???
    kenapa Am ???
    Ceritanya udah bagus banget bisa bawa pembaca ngikutin alurnya tapi coba kamu ubah fontnya dehh.. kekecilan..
    terus itu kata2 assalamualaikum harusnya wassalamualaikum.

    hmm apalagi ya ... hahahah

    BalasHapus
  14. @permaisuri *pukpukpuk* cabal eah kakak, nah itu kak, aku kurang ngerti aturannya :(

    BalasHapus
  15. @Rita A ga kok,ini fiksi yg bermodus curhat, makasihh kakak :)

    BalasHapus
  16. @Kukuh Kurniawan udah dapet kok :D visualisasi apaan ya kuh? -,-

    BalasHapus
  17. @Edotz Herjunot hehe aku kira ga perlu dideskripsikan bang, maaf, ntar buat cerpen selanjutnya insyaAllah aku kasih sedikit deskripsi tokohnya, makasih bang :)

    BalasHapus
  18. @Elang Wicakso bang elang jahat, aku bilangin ke tutur tinular loh *abaikan*

    BalasHapus
  19. @pelangi anggita oh iya ya kenapa ga rina? aku bingung nyingkatnya kak :D hihi makasih kakak, siap ntar buat yg selanjutnya diganti deh, oh iya salah :D hayoo apa lagi kasih masukan lagi dong kak

    BalasHapus
  20. keren kak cerpennya._. pasti bikinnya sambil galauin mantan

    BalasHapus
  21. Masih banyak cowok yang lain. Emang sih pas awal putus merasa sakit hati. Nanti lama-lama juga sudah terbiasa

    BalasHapus
  22. kalau jodoh gak akan kemana kk ^^ smg yg terbaik d berikan utk kk ^^

    BalasHapus
  23. haha, kayaknya nulisnya menjiwai banget, pengalaman pribadi keknya.. hahaaaha

    BalasHapus
  24. ya begitulah. Kadang mantan datang disaat kita udah mulai sama orang baru. Ceritanya bagus seh. Realistis. Setuju sama edot. Karakter tokohnya kurang ditonjolkan. Tp kalo emang tujuannya hanya fokus ke cerita yg mempermainkan perasaan pembaca, sudah OK.

    BalasHapus
  25. this is the real story. keliatan banget curhatnya haha

    gue rasa vian itu kena virus pengen balikan setelah nyakitin, stadium akhir. *ini gue ngarang *

    BalasHapus
  26. ah, ini ceritanya ngejleb banget ya :(

    BalasHapus
  27. jadi ceritanya diajak balikan sama mantan yang dulu (ternyata) selingkuh ya...

    klo nulis cerpen, tiap dialog dkasi dua kali enter, biar ada jeda dan lebih enak dibaca...ehehehe

    BalasHapus
  28. maaf kak nd aku baca storynya (masih blum cukup umur)

    BalasHapus
  29. alurnya keren tapi sayangnya endingnya bisa aku tebak haha , ada beberapa dialog yang mubazir. karakter viannya metropolitan abis :D

    BalasHapus
  30. Kalo dari segi penulisan kayaknya udah disampein deh yaa sama bang edotz + wilanda permaisuri~ itu sedikit koreksi yg sependapat denganku. Jadi klo penokohannya jelas, membuat pembaca nyaman berimajinasi mendalami karakternya.
    Keep writing, girl! :)

    Pesan moral dr cerpen diatas :
    Terkadang kita harus merasakan kehilangan dulu untuk tahu apa artinya memiliki :)

    BalasHapus
  31. ini cerepen ya, kok jadi galau gw bacanya jadi inget maslaah snediri Uhhh ... -___-"

    BalasHapus
  32. sudah lah, diterima aja dia kembali, mba. kasian kalo sampe nangis dia. hehe. berasa membaca masa lalu. ya namanya penyesalan, selalu datang di belakang hari. kalo gak gitu, bukan nyesel namanya.

    BalasHapus
  33. ia, aku larut ngebacanya,, penggunaan aku dan kamu it emang maknanya lebih dalem gt,, cerpennnya bagus serasa kisah nyata aja,, mirip-mirip dengan kisahku hehe cuma kalau udah ada pengganti dan 'aku' masih suka sama dianya entahlah mau bilang apa.. keren kalau buat ending yang bertanda tanya:-D biar pembaca bisa nebak sendiri

    BalasHapus
  34. mantan yg move on itu menyakitkan bagi mantan nya si mantan --"

    BalasHapus
  35. Aku pernah jadi sosok Amrina. Diputus mendadak setelah jalan beberapa tahun dengan mudahnya dengan berbagai alasan yang gak rasional. Emang neg banget rasanya. tiap hari dipenuhi banyak pertanyaan yg gak terjawab. merasa seperti dipermainkan. merasa seperti telah melakukan kesalahan yang besar namun bila dipikir2 diri ini tak pernah melakukan apapun yg melukai pasangan. awal2nya emang menyiksa. Tapi Alhamdullilah udah bisa move-on dengan banyak kegiatan dan hoby. Cerpen yang bagus, lanjutkan berkarya :)

    BalasHapus
  36. sekali cinta dibuang, pantang untuk dipungut, hihihi

    BalasHapus

Sumbangan komennya kakak.... Dan tunggu feedback dari saya :)

Diberdayakan oleh Blogger.