Mama
“Ma, makan dulu ya, biar Mama cepet sembuh,
biar kita bisa jalan-jalan lagi Ma.”
Mama hanya mengangguk dengan mata terpejam.
Sudah semalaman Mama tak membuka matanya, aku hanya bisa pasrah dengan yang
terjadi. Kemudian aku membantu Mama untuk duduk dan bersandar di tembok rumah
sakit, dan mulai menyuapi sesendok demi sesendok makanan pada Mama.
“Mama mau jalan-jalan ke Solo kan? Makan yang
banyak ya Ma, biar Mama cepet sembuh jadi kita bisa jalan-jalan ke Solo sama
ayah sama adik, ya Ma.”
Tak ada jawaban, Mama masih membisu dengan
mata tertutup, ya sudahlah setidaknya Mama masih mau membuka mulut untuk
menerima suapan demi suapan ini.
“Nah tinggal dikit nih Ma, ayo Ma habisin ya,
biar Mama cepet sembuh.”
Masih tak ada jawaban, aku hanya tersenyum
kecut. Bagaimana bisa seorang Mama yang biasanya terkenal cerewet dan suka
memberi nasihat pada anak-anaknya bisa menjadi sependiam ini. Ah Mama, meski
terkadang aku sebal dengan sikap cerewetmu, tapi entah kenapa saat-saat seperti
ini justru aku merindukan semua itu.
Makanan pun telah habis, kemudian aku beralih
mengambil air minum dan obat untuk Mama, dan seperti tadi, Mama hanya melakukan
apa yang aku katakana tanpa berbicara dan tanpa membuka mata. Ah Mama kenapa?
Apa Mama tak mau lagi melihat anak sulungmu ini Ma? Aku rindu tatapan hangat
dari matamu Ma. Ah sudahlah mungkin Mama terlalu mengantuk makanya Mama enggan
membuka mata.
“Ya sudah Ma, sekarang Mama istirahat ya,
kalau Mama butuh sesuatu Mama ngomong aja sama aku.”
Tetap tak ada jawaban. Ya sudah aku pun
membantu Mama untuk tidur di ranjang rumah sakit. Setelah Mama tertidur, aku
pun berbaring di sofa yang disediakan rumah sakit.
“Tuhan, sembuhkan Mama, aku menyayanginya.
Amin” Doaku.
Malam pun datang, dan aku tak sendiri lagi
menjaga Mama, Adik dan Ayahku kini sudah ada di sini, ah syukurlah aku tak
kesepian lagi.
“Gimana nak, apa Mama sudah mau makan?” Kata
Ayah sesaat setelah sampai.
“Sudah, habis malah”
“Syukurlah”
“Tapi Mama masih enggan membuka mata” kataku
dengan sedikit kecewa
“Mungkin Mama terlalu mengantuk, obatkan
biasanya ada efek mengantuk.”
“Mungkin.”
Kesunyian pun kembali tercipta setelah tak
ada satupun dari kita yang membuka suara, sampai akhirnya
“Arrrgggghhhhh”
Seketika pandangan kami tertuju pada Mama
yang sedang merintih, Mama kenapa lagi Tuhan?
“Rina cepat panggil suster!” Seru Ayah
Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari
menuju ruang perawat, dan mengabarkan kondisi Mama. Tak perlu menunggu lama para
suster pun langsung bergerak cepat membawa tabung oksigen dan membawa beberapa
peralatan yang sekiranya dibutuhkan. Aku pun ikut berlari menuju ruangan di
mana Mama dirawat.
“Nyonya Marni harus masuk ICU pak” Kata salah
satu suster.
“Kenapa suster? Apa semakin parah?”
“Iya pak, harus segera ada penindakan lebih
lanjut.”
Dan tak lama berselang para Suster pun
memindahkan Mama ke ranjang lain dan membawanya ke ICU. Tak terasa mata ini meneteskan air mata, aku
tak bisa membayangkan tubuh Mama akan dipasangi begitu banyak selang seperti
yang biasanya aku lihat di sinetron.
“Jangan nangis kak, kita berdoa saja, semoga
Mama ga kenapa-kenapa.”
Aku menoleh ke arah sumber suara, aku melihat
wajah adikku yang disetting tegar
meski aku tahu dia pun pasti sama sedihnya denganku.
“Tuhan,
jangan ambil Mama dulu, aku, Ayah, dan Adik masih membutuhkan Mama, sembuhkan
Mama Tuhan, Mama wanita baik, sembuhkan Mama.” Ucapku dalam keadaan air mata
yang tak henti-hentinya mengalir.
Sudah 3 hari Mama berada di ruang ICU, dan
sudah 3 hari itu juga aku pingsan setiap kali aku masuk untuk melihat keadaan
Mama untuk sesaat. Dan dihari ke 3 ini suster kembali terlihat kalang kabut,
entah apa yang mereka kerjakan, yang pasti perasaanku saat itu sungguh tak
enak, seolah akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Pak Joni tolong masuk sebentar, kami
membutuhkan Anda.” Seru seorang suster ke pada Ayah. Perasaanku semakin tak
enak. Tuhan jangan biarkan Mama pergi. Di luar ruangan, aku dan adikku duduk
dengan saling menggenggam tangan satu sama lain. Dan tak lama kemudian Ayah
keluar dengan wajah yang begitu terpukul. Tuhan apa yang terjadi? Jangan ambil
Mamaku Tuhan.
“Mama sudah bahagia sekarang, ikhlaskan ya
Nak.” Kata Ayah sembari memeluk kami.
Seketika itu aku langsung menangis histeris,
ini tidak adil Tuhan. Ambil saja aku, jangan Mama.
“Hei Kak, kenapa masih mematung di sini? Ayo
pulang!” seru adikku yang menyadarkanku dari lamunan.
“Masih inget sama Mama?”
“Iya, aku kangen Mama.”
“Sudahlah Kak, Mama sudah bahagia sekarang. Sudah
hampir 10 tahun apa Kakak masih belum bisa mengikhlaskan?”
“Belum sepenuhnya.”
“Ah sudahlah, ayo kita pulang. Aku tak suka
melihat Kakak berlama-lama di sini dengan tampang melas seperti itu.”
Akhirnya kami pun melangkahkan kaki keluar,
dan aku berjanji aku akan mulai mencoba mengikhlaskan Mama sepenuhnya.
Yasudah kakak ayo kita pulang, ikhlasin aja cerpennya ga lolos, jangan pasang muka melas gitu :)
BalasHapusyasudah, pulangnya mampir makan kan??
Hapusayo kita pulang nakk ... kasihan gak lolos, padahal itu keren !!! >.<
BalasHapuswah cerita seorang keluargaa apalagi mengenai ibu benar-benar selalu membuat hati terenyuh atau bahkan nangis :) . Karena beliau merupakan sosok yang hebat dan benar-benar malaikat kita. Semoga bisa berbuat baik untuk mereka.
BalasHapusMerasa tersentuh kalo ada ngomongin ibu! -__- *tissue mana tissue*
BalasHapusaku jadi galau.. ._.
BalasHapuscerpen kayak gini ga lolos ya ._. emosinya kuat banget.. aku sampe degdegan parah
mungkin belum rezekinya... sabar itu perlu lho :)
BalasHapusoh ini cerpen toh.... ? :O
BalasHapushampir aja air mata ini mengalir ke sungai
bukan ngerasa sok bisa bikin cerpen, aku enggak bisa, cuma suka baca.. Tapi buat pengembangan aja, cerpen ini bakal jadi lebih keren kalo kata 'pun' enggak terlalu banyak nongol. Kayak 'aku pun', 'dia pun', 'kami pun', 'suster pun' dan pun-pun yang lain. Semangat terus ya, latian terus juga! :3 ditunggu karya selanjutnya dwehhh
BalasHapusjadi ikutan sedih, tadi ada juga yang nulis sedih tambah sedih deh, hiiikkss
BalasHapusaku gak bisa bayangin gimana rasanya, paling gak bisa kalau udah ngomongin soal mama, karena setiap anak pasti sayang banget sama mamanya, iklhaskanlah :')
Cerpen? Kirain curhat.. hampir aja gue menyandang status 'Preman Bertatto yang Menitikkan Air Mata' nih :)
BalasHapusSemangat deh, bair pun nggak lolos. Itung-itung belajar menulis..
duhh.. typo lagi -_-
HapusCerita yang bagus adalah cerita yang bisa membawa pembaca masuk ke dalamnya. And here I am. Aku nangis baca ceritanyaaa huhu cengeng banget ya :((
BalasHapusSerius aku kira ini kisah nyata. But alhamdulillah cuma cerpen. Keren banget emosinya dapet. Apalagi sedihnya. Amanatnya juga dapet. Cuma sayangnya pas adegan tegang kurang ikut terbawa suasana. Mungkin gambaran saat tegangnya kurang kali ya. Mungkin nanti bisa ditambah dari dialog atau narasi atau suasana di sekitar situ.
But overall, I love this story! :)
Kirain kisah nyata mungkin karena gambar di atas kali yak -____-
BalasHapusbtw, gue baca cerpennya gak tau ini mamah sakit apa, entah gue yang kurang teliti atau apa, dan terakhir itu adegannya dimana waktu kakak adek pergi?
ceritanya sih bagus, emang bener bikin nyesek.. tapi kurang padet seh.. diksinya belum kuat buat pembaca ikut imajinasi penulisnya :)
Ini cerpen toh?? Kirain beneran...
BalasHapusBeda sama bang edot, gue udah bisa mengimajinasikan cerita lo, apalagi tadinya gue kira ini kisah nyata. Pas ayah nya bilang kalo mama nya meninggal, gue sampai ngucap "Innalilahi" segala...Hahaha
iya setubuh sama Edotz, aku baca lebih kayak baca artikel informatif cc..coba baca cerpen cerpen lebih banyak pasti bisa nyomotin diksinya jadi yg baca pun jadi bisa 'ih, kasihan...' dan ada gambaran lebih nyata juga...tapi, baguuusss!! kita khan puisinya ada di satu buku antologi yg samaaaah..hihi. terus berkarya ya Seeeh :)
BalasHapusAseehhhh... Cerita ini mengingatkanku sama mamahku. :(
BalasHapusSudah 10 tahun juga mamaku meninggal, Ceritanya mirip, hanya saja meninggalnya di rumah. Dan gue melihat langsung detik2 mamaku meninggal. Duuhh.. :'(
Awalnya pun aku kira ini true story gitu..
BalasHapusTapi mulai ke tengah, aku udaj curiga kayaknya ini cerpen. Eh, ternyata betul ^^
Tetap semangat kak aseeh :3
Jadiin lecutan aja biar makin semangatzz (^^)9 uwuwuw
oh ini cerpen, gue kira pengalaman beneran.
BalasHapuskeren banget ini cerpennya. memang mengikhlaskan orang yang kita sayang itu sangat susah, apalagi sosok yang melahirkan kita ke dunia.
tapi lain halnya kalo mengikhlaskan orang yang kita sayang itu mantan. kalo itu mah ikhlasin aja
bersyukurlah karena ini cerpen..
BalasHapusinsya Allah mash ada wktu untuk berbakti sama mamanya.. ^^
Buset. Nangis beneran gue bacanya :'(
BalasHapusSama kaya si Reyza, gue kira ini beneran kisah loh. Ternyata cuma cerpen. Cerpen yang bikin pembaca bener-bener masuk ke dalem situasi nya. Kereeen
Huwaaaaa~ *nangis yg kenceng* Tissue mana tissue?! TwT Eh? I-Ini cerpen? Aku kira beneraaann~ Bagus cerpennya kak, aku suka! Semangat terus kak. Keep writing! :3
BalasHapuswuaahhh....
BalasHapusternyata ini cuman cerpen ya ..??
waduuuuuh,.. kirain...
syukurlah.
ini dilombakan kah? kirain beneran :'(
BalasHapusmenyentuh banget loh... ternyata nggak lolos yak... coba lebih detil lagi tapi overall ini bikin gw tersentuh dan terenyuh banget... ya allah, mama
gak tahu harus komen apa, kalo udah berhubungan sama ibu pasti jatuhnya malah melow!!
BalasHapusBagus, ceritanya. DIkira tadi ini beneran ternyata cuma cerpen. Keren